LAPORAN PRATIKUM
BIOLOGI LAUT
MANGROVE DAN LAMUN
Oleh :
Nama : Bagas Lazuardi
NPM : E1I015004
Kelas/Kelompok : A/4 (Empat)
Dosen Pengampu : 1. Dewi Purnama, S.Pi., M.Si
2. Person Pesona Renta, S.Kel, M.,Si
Co Asisten : 1. Sebrina Sihite
2. Okawati Silitonga
3. Lengga Marta
4. Worken Malau
5. Dodi Andika
6. Heti Lesmiana
PROGRAM STUDI ILMU
KELAUTAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS
BENGKULU
2016
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah
berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat.Segala puji hanya layak
untuk-NYA atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada
terkira besarnya, sehingga saya dapat menyelesaikan laporan pratikum biologi laut
yang berjudul mangrove dan lamun sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.Tujuan
dari pembuatan laporan ini adalah sebagai tugas bahwa telah melaksanakan
pratikum biologi laut tahun 2016 di Pulau Enggano sertamemberikan informasi
mengenai keragaman, sebaran dan karakteristik mangrove dan lamun tersebut.
Dalam penyusunannya, saya mengucapkan
terimakasih kepada co asisten yang telah membimbing kegiatan pratikum dan
kepada teman sekelompok yang telah bekerja sama. Dari sanalah semua kesuksesan
ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun
pada langkah yang lebih baik lagi.Meskipun saya berharap isi dari laporan
praktikum saya ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun penulis
menyadari, ini masih jauh dari kesempurnaan, .Oleh
karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar tugas
makalah praktikum biologi laut ini dapat lebih baik lagi.
Akhir kata saya mengucapkan
terimakasih, semoga hasil laporan praktikum ini berguna dan bermanfaat menambah
ilmu pengetahuan bagi kita semua khususnya dalam mengingkatkan mutu pendidikan
dibidang perikanan.
Benngkulu, 20 Mei 2016
Bagas Lazuardi
DAFTAR ISI
1. KATA PENGANTAR....................................................................................... 1
2. DAFTAR ISI...................................................................................................... 2
3. BAB I PENDAHULUAN.................................................................................
3
1.1 Latar Belakang......................................................................................
3
1.2 Tujuan...................................................................................................
3
4. BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................
4
2.1 Mangrove..............................................................................................
4
2.1.1 Karakteristik Hutan Mangrove ......................................................... 5
2.1.2 Peranan dan Fungsi Hutan Mangrove................................................
6
2.2 Lamun...................................................................................................
7
2.2.1 Fungsi Ekosistem Padang Lamun......................................................
8
2.2.2 Jenis dan Potensi Padang Lamun.......................................................
9
2.2.3 Permasalahan yang
Terjadi di Ekosistem Padang Lamun................
10
5. BAB III METODOLOGI................................................................................
11
3.1 Waktu dan Tempat..............................................................................
11
3.2 Alat dan Bahan...................................................................................
11
3.3. Langkah Kerja....................................................................................
11
6. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................
12
4.1 Mangrove ........................................................................................... 12
4.2 Lamun.................................................................................................
19
7. BAB V PENUTUP...........................................................................................
24
5.1 Kesimpulan.........................................................................................
24
5.2 Saran...................................................................................................
24
8. DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 25
9. LAMPIRAN.....................................................................................................
26
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia mempunyai perairan
laut yang lebih luas dari pada daratan, oleh karena itu Indonesia di kenal
sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan berbagai biota laut
baik flora maupun fauna. Demikian luas serta keragaman jasad– jasad hidup di
dalam yang kesemuanya membentuk dinamika kehidupan di laut yang saling
berkesinambungan.Laut sebagai penyedia sumber daya alam yang produktif baik
sebagai sumber pangan, tambang mineral, dan energi, media komunikasi maupun
kawasan rekreasi atau pariwisata.Salah satu sumber daya laut yang cukup
potensial untuk dapat dimanfaatkan adalah lamun, dimana secara ekologis lamun
mempunyai beberapa fungsi penting di daerah pesisir.Lamun merupakan
produktifitas primer di perairan dangkal di seluruh dunia dan merupakan sumber
makanan penting bagi banyak organisme.Biomassa padang lamun secara kasar
berjumlah 700 g bahan kering/m2, sedangkan produktifitasnya adalah 700 g karbon/m2/hari.
Oleh sebab itu padang lamun merupakan lingkungan laut dengan produktifitas
tinggi (Saparinto. Cahyo, 2007).
Ekosistem lain yang sangat berpengaruh didaerah peisisr ialah Ekosistem
Mangrove. Hutan mangrove merupakan salah satu bentuk ekosistem hutan yang unik
dan khas, terdapat di daerah pasang surut di wilayah pesisir, pantai, dan atau
pulau-pulau kecil, dan merupakan potensi sumberdaya alam yang sangat potensial.Hutan
mangrove sangat menunjang perekonomian masyarakat pantai, karena merupakan
sumber mata pencaharian masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan.Secara
ekologis hutan mangrove di samping sebagai habitat biota laut, juga merupakan
tempat pemijahan bagi ikan yang hidup di laut bebas. Keragaman jenis mangrove
dan keunikannya juga memiliki potensi sebagai wahana hutan wisata dan atau
penyangga perlindungan wilayah pesisir dan pantai
Beberapa ekosistem yang
terdapat di laut
tropis seperti
mangrove
dan lamun.Hubungan
kedua ekosistem ini sangat sinergis. Apabila salah satu sistem mengalami
gangguan,maka sistem yang lain akan berpengaruh juga.
1.2 Tujuan
Kegiatan pratikum
ini bertujuan agar mahasiswa dapat mengidentifikasikan dan mengklasifikasikan
beberapa jenis lamun dan mangrove beserta biota yang berasosiasi disekitarnya Desa Kahyapu, Kecamatan Enggano, Kabupaten Bengkulu utara, Provinsi Bengkulu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mangrove
Mangrove
berasal dari kata mangal yang menunjukkan komunitas suatu tumbuhan (Odum,
1983). Di Suriname, kata mangro pada mulanya merupakan kata umum yang dipakai
untuk jenis Rhizophora mangle. Di Portugal, kata mangue digunakan untuk
menunjukkan suatu individu pohon dan kata mangal untuk komunitas pohon
tersebut. Di Perancis, pedanan yang digunakan untuk Mangrove adalah kata
menglier. MacNae (1968) menggunakan kata mangrove untuk individu tumbuhan dan
mangal untuk komunitasnya.
Hutan mangrove adalah sebutan untuk
sekelompok tumbuhan yang hidup di daerah pasang surut pantai.Hutan mangrove
dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, atau
juga hutan payau.Kita sering menyebut hutan di pinggir pantai tersebut sebagai
hutan bakau.Sebenarnya, hutan tersebut lebih tepat dinamakan hutan mangrove.
Istilah 'mangrove' digunakan sebagai pengganti istilah bakau untuk
menghindarkan kemungkinan salah pengertian dengan hutan yang terdiri atas pohon
bakau Rhizophora spp. Karena bukan hanya pohon bakau yang tumbuh di sana.
Selain bakau, terdapat banyak jenis tumbuhan lain yang hidup di dalamnya (Aksornkoae,
1993).
Hutan bakau atau mangal adalah sebutan umum
yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang
didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang
mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin “Bakau” adalah tumbuhan
daratan berbunga yang mengisi kembali pinggian laut. Menurut Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem
berupa hamparan lahan berisi sumber daua alam hayati yang didominasi pepohonan
dalam persekutuan alam dan lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak
dapat dipisahkan. Sedangkan arti kata mangrove adalah vegetasi hutan yang
tumbuh di antara garis pasang surut, tetapi juga dapat tumbuh pada pantai karang,
pada daratan koral mati yang di atasnya ditumbuhi selapis tipis pasir atau
ditimbuni lumpur atau pantai berlumpur (Soerianegara. I, 1982).
Sumber
daya ekosistem mangrove termasuk dalam sumber daya wilayah pesisir, merupakan
sumber daya yang bersifat alami dan dapat terbaharui (renewable resources) yang
harus dijaga keutuhan fungsi dan kelestariannya, supaya dapat menunjang
pembangunan dan dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin dengan pengelolaan yang
lestari. Mangrove menghendaki lingkungan tempat tumbuh yang agak ekstrim yaitu
membutuhkan air asin (salinitas air), berlumpur dan selalu tergenang, yaitu di
daerah yang berbeda dalam jangkauan pasang surut seperti di daerah delta.
2.1.1 Karakteristik Hutan Mangrove
Bakau
adalah nama sekelompok tumbuhan dari marga Rhizophora, suku Rhizophoraceae.
Tumbuhan ini memiliki ciri-ciri yang menyolok berupa akar tunjang yang besar
dan berkayu, pucuk yang tertutup daun penumpu yang meruncing, serta buah yang
berkecambah serta berakar ketika masih di pohon (vivipar). Pohon bakau juga
memiliki banyak nama lain seperti tancang, tanjang (Jw.); tinjang (Md.); bangko
(Bugis); kawoka (Timor), wako, jangkar dan lain-lain. Secara fisik hutan
mangrove menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dan tebing
sungai, mencegah terjadinya erosi laut serta sebagai perangkap zat-zat pencemar
dan limbah, mempercepat perluasan lahan, melindungi daerah di belakang mangrove
dari hempasan dan gelombang dan angin kencang; mencegah intrusi garam (salt intrution)
ke arah darat; mengolah limbah organik, dan sebagainya.
Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya aerasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi (Andi, 1999).
Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya aerasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi (Andi, 1999).
Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove
adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada
garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut.Hutan ini tumbuh
khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan
organik.Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di
sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang
dibawanya dari hulu.
Hutan mangrove mempunyai tajuk yang rata dan
rapat serta memiliki jenis pohon yang selalu berdaun.Keadaan lingkungan di mana
hutan mangrove tumbuh, mempunyai faktor-faktor yang ekstrim seperti salinitas
air tanah dan tanahnya tergenang air terus menerus.Meskipun mangrove toleran
terhadap tanah bergaram (halophytes), namun mangrove lebih bersifat facultative
daripada bersifat obligative karena dapat tumbuh dengan baik di air tawar. Hal
ini terlihat pada jenis Bruguiera sexangula, Bruguiera gymnorrhiza, dan
Sonneratia caseolaris yang tumbuh, berbuah dan berkecambah di Kebun Raya Bogor
dan hadirnya mangrove di sepanjang tepian sungai Kapuas, sampai ke pedalaman
sejauh lebih 200 km, di Kalimantan Barat. Mangrove juga berbeda dari hutan
darat, dalam hal ini jenis-jenis mangrove tertentu tumbuh menggerombol di
tempat yang sangat luas.Disamping Rhizophora spp., jenis penyusun utama
mangrove lainnya dapat tumbuh secara "coppice”.Asosiasi hutan mangrove
selain terdiri dari sejumlah jenis yang toleran terhadap air asin dan
lingkungan lumpur, bahkan juga dapat berasosiasi dengan hutan air payau di
bagian hulunya yang hampir seluruhnya terdiri atas tegakan nipah Nypa fruticans
(Bengen.D.G, 2001).
2.1.2 Peranan dan Fungsi Hutan Mangrove
Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah
ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik.Masing-masing
elmen dalam ekosistem memiliki peran dan fungsi yang saling mendukung.Kerusakan
salah satu komponen ekosistem dari salah satunya (daratan dan lautan) secara
langsung berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem keseluruhan.Hutan mangrove
merupakan elemen yang paling banyak berperan dalam menyeimbangkan kualitas
lingkungan dan menetralisir bahan-bahan pencemar.Secara biologi hutan mangrove
mempunyai fungsi sebagai daerah berkembang biak (nursery ground), tempat
memijah (spawning ground), dan mencari makanan (feeding ground) untuk berbagai
organisme yang bernilai ekonomis khususnya ikan dan udang. Habitat berbagai
satwa liar antara lain, reptilia, mamalia, hurting dan lain-lain. Selain itu,
hutan mangrove juga merupakan sumber plasma nutfah (Perhutani, 1993).
Secara biologis ekosistem hutan mangrove memiliki
produktivitas yang tinggi.Produktivitas primer ekosistem mangrove ini sekitar
400-500 gram karbon/m2/tahun adalah tujuh kali lebih produktif dari ekosistem
perairan pantai lainnya.Oleh karenanya, ekosistem mangrove mampu menopang
keanekaragaman jenis yang tinggi.Daun mangrove yang berguguran diuraikan oleh
fungi, bakteri dan protozoa menjadi komponen-komponen bahan organik yang lebih
sederhana (detritus) yang menjadi sumber makanan bagi banyak biota perairan
(udang, kepiting dan lain-lain).
Mangrove sejak lama telah dimanfaatkan oleh
masyarakat yang tinggal di sekitarnya.Tercatat sekitar 67 macam produk yang
dapat dihasilkan oleh ekosistem hutan mangrove dan sebagian besar telah
dimanfaatkan oleh masyarakat, misalnya untuk bahan bakar (kayu bakar, arang,
alkohol); bahan bangunan (tiang-tiang, papan, pagar); alat-alat penangkapan
ikan (tiang sero, bubu, pelampung, tanin untuk penyamak); tekstil dan kulit
(rayon, bahan untuk pakaian, tanin untuk menyamak kulit); makanan, minuman dan
obat-obatan (gula, alkohol, minyak sayur, cuka); peralatan rumah tangga (mebel,
lem, minyak untuk menata rambut); pertanian (pupuk hijau); chips untuk pabrik
kertas dan lain-lain (Sudarmadji, 2001).
Hutan mangrove juga berperan dalam
pendidikan, penelitian dan pariwisata.Bahkan menurut FAO (1982), di kawasan
Asia dan Pasifik, areal mangrove juga digunakan sebagai lahan cadangan untuk
transmigrasi, industri minyak, pemukiman dan peternakan. Dari kawasan
hutan mangrove dapat diperoleh tiga macam manfaat.Pertama, berupa hasil hutan,
baik bahan pangan maupun bahan keperluan lainnya.Kedua, berupa pembukaan lahan
mangrove untuk digunakan dalam kegiatan produksi baik pangan maupun non-pangan
serta sarana/prasarana penunjang dan pemukiman.Manfaat ketiga berupa fungsi
fisik dari ekosistem mangrove berupa perlindungan terhadap abrasi, pencegah
terhadap rembesan air laut dan lain-lain fungsi fisik.
Menurut Suryanto mengungkapkan beberapa keutamaan hutan
mangrove baik dari aspek ekonomi maupun aspek lingkungan, yaitu:
1. Penghasil Kayu. Hutan mangrove dengan komposisi
berbagai jenis pohon dapat menghasilkan kayu untuk pertukangan dan industri
lainnya.
2. Tempat pemijahan berbagai jenis ikan. Dengan adanya
hutan mangrove di tepi pantai, ikan kecil, kepiting dan udang sangat
menyukainya untuk berlindung karena gelombang di bawah tegakan hutan mangrove
relatif tenang.Keberadaan biota tersebut juga didukung banyaknya
plankton.
3. Menjaga kelestarian terumbu karang. Terumbu karang sangat berguna untuk tempat berlindung beranekaragam binatang air serta memungkinkan dikembangkan untuk tempat wisata alam.
3. Menjaga kelestarian terumbu karang. Terumbu karang sangat berguna untuk tempat berlindung beranekaragam binatang air serta memungkinkan dikembangkan untuk tempat wisata alam.
4. Mencegah abrasi dan erosi pantai. Keutuhan pantai
dapat terjaga dan menghindari penurunan luasan pantai secara
drastis. Sebagai perisai hidup. Apabila terjadi bencana gelombang tsunami,
sehingga sekalipun tertimpa musibah, namun dampak yang ditimbulkannya tidak
akan separah seperti yang terjadi di Aceh. Menurut informasi 50% kekuatan
gempasan gelombang dapat diredam oleh hutan mangrove
2.2 Lamun
Lamun
didefinisikan sebagai tumbuhan berbunga (angiospermae) yang mampu beradaptasi
secara penuh di perairan yang salinitasnya cukup tinggi atau hidup terbenam di
dalam air dan memiliki rhizoma, daun, dan akar sejati.Beberapa ahli juga
mendefinisikan lamun (seagrass) sebagai tumbuhan air berbunga, hidup di dalam
air laut, berpembuluh, berdaun, berimpang, berakar, serta berbiak dengan biji
dan tunas.Karena pola hidup lamun sering berupa hamparan maka dikenal juga
istilah padang lamun (seagrass bed) yaitu hamparan vegetasi lamun yang menutup
suatu area pesisir/laut dangkal, terbentuk dari satu jenis atau lebih dengan
kerapatan padat atau jarang. Sedangkan sistem (organisasi) ekologi padang lamun
yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik disebut ekosistem padang lamun
(seagrass ecosystem) (Husni, 2003).
Ekosistem padang lamun
memiliki kondisi ekologis yang sangat khusus dan berbeda dengan ekosistem
mangrove dan terumbu karang. Ciri-ciri ekologis padang lamun antara lain adalah
:
1. Terdapat di perairan pantai yang
landai, di dataran lumpur/pasir.
2. Pada batas terendah daerah pasang
surut dekat hutan bakau atau di dataran terumbu karang.
3. Mampu hidup sampai kedalaman 30 meter, di perairan tenang dan terlindung.
3. Mampu hidup sampai kedalaman 30 meter, di perairan tenang dan terlindung.
4. Sangat tergantung pada cahaya
matahari yang masuk ke perairan.
5. Mampu melakukan proses metabolisme
secara optimal jika keseluruhan tubuhnya terbenam air termasuk daur generatif.
6. Mampu hidup di media air asin.
7. Mempunyai sistem perakaran yang
berkembang baik.
2.2.1 Fungsi Ekosistem Padang Lamun
Ekosistem padang lamun
merupakan salah satu ekosistem di laut dangkal yang paling produktif. Di
samping itu ekosistem lamun mempunyai peranan penting dalam menunjang kehidupan
dan perkembangan jasad hidup di laut dangkal, menurut hasil penelitian
diketahui bahwa peranan lamun di lingkungan perairan laut dangkal sebagai
berikut:
1. Fungsi ekologi
a. Sebagai produsen primer
Lamun mempunyai tingkat produktifitas
primer tertinggi bila dibandingkan dengan ekosistem lainnya yang ada di laut
dangkal seperti ekosistem terumbu karang.
b. Sebagai habitat biota
Lamun memberikan tempat perlindungan dan
tempat menempel berbagai organisme epifit. Disamping itu, padang lamun
(seagrass beds) dapat juga sebagai daerah asuhan, padang pengembalaan dan makan
dari berbagai jenis ikan herbivora dan ikan–ikan karang (coral fishes).
c. Sebagai penangkap sedimen
Daun lamun yang lebat akan memperlambat
air yang disebabkan oleh arus dan ombak, sehingga perairan di sekitarnya
menjadi tenang. Disamping itu, rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat
sedimen, sehingga dapat menguatkan dan menstabilkan dasar permukaaan. Jadi
padang lamun yang berfungsi sebagai penangkap sedimen dapat mencegah erosi.
d. Penyaring limbah
Lamun dapat mengakumulasi limbah yang
masuk ke perairan.
2. Fungsi ekonomi
a. Digunakan untuk kompos dan pupuk,
b. Cerutu dan mainan anak-anak,
c. Dianyam menjadi keranjang,
d. Tumpukan untuk pematang,
e. Mengisi kasur,
f. Beberapa jenis lamun yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan makanan seperti samo-samo (Enhalus acroides),
g. Dibuat jaring ikan,
h. Bahan untuk pabrik kertas,
i. Obat-obatan,
j. Wisata bahari,
k. Areal marikultur (ikan, teripang,
kerang tiram dan rumput laut),
l. Tempat pemancingan.
2.2.2 Jenis dan Potensi Padang Lamun
Lamun dapat ditemukan di
seluruh dunia kecuali di daerah kutub.Lebih dari 52 jenis lamun yang telah
ditemukan.Dari 20 jenis lamun yang dijumpai di perairan Asia Tenggara, 12 di
antaranya dijumpai di Indonesia. Dari beberapa jenis lamun, Thalasiadendron
ciliatum mempunyai sebaran yang terbatas, sedangkan Halophila spinulosa
tercatat di daerah Riau, Anyer, Baluran, Irian Jaya, Belitung dan Lombok.
Begitu pula Halophila decipiens baru ditemukan di Teluk Jakarta, Teluk
Moti-Moti dan Kepulaun Aru.Penyebaran padang lamun di Indonesia cukup luas,
mencakup hampir seluruh perairan Nusantara yakni Jawa, Sumatera, Bali,
Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Irian Jaya. Dari seluruh
jenis, Thalassia hemprichii merupakan yang paling dominan di Indonesia (Kordi, 2011).
Zonasi lamun secara vertikal
sebagai berikut:
1. Zona intertidal, dicirikan oleh
tumbuhan pionir yang didominasi oleh Halophila ovalis, Cymodocea rotundata dan
Holodule pinifolia.
2. Zona intertidal bawah, didominasi
oleh Thalassodendron ciliatum.
Komunitas lamun biasanya ada dalam area
yang luas dan rapat. Secara umum komunitas lamun dibagi menjadi 3 asosiasi
spesies sehingga membentuk suatu zonasi lamun yaitu:
1. Padang lamun monospesifik
(monospesifik seagrass beds)
Hanya terdiri dari 1 spesies saja. Akan
tetapi keberadaannya hanya bersifat temporal dan biasanya terjadi pada phase
pertengahan sebelum menjadi komunitas yang stabil (padang lamun campuran).
2. Asosiasi 2 atau 3 spesies
Ini merupakan komunitas lamun yang
terdiri dari 2 sampai 3 spesies saja. Dan lebih sering dijumpai dibandingkan
padang lamun monospesifik.
3. Padang lamun campuran (mixed seagrass
beds)
Padang lamun campuran umumnya terdiri
dari sedikitnya 4 dari 7 spesies berikut: Cymodocea rotundata, Cymodocea
serrulata, Enhalus acoroides, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Syringodium
isoetifolium, dan Thalassia hemprichii. Tetapi padang lamun campuran ini, dalam
kerangka struktur komunitasnya, selalu terdapat asosiasi spesies Enhalus
acoroides dengan Thalassia hemprichii (sebagai spesies lamun yang dominan),
dengan kemelimpahan lebih dibanding spesies lamun yang lain (Zulkifli, 2003).
2.2.3
Permasalahan yang Terjadi di Ekosistem Padang Lamun
Ekosistem lamun sudah banyak
terancam termasuk di Indonesia baik secara alami maupun oleh aktivitas
manusia.Besarnya pengaruh terhadap integritas sumberdaya, meskipun secara garis
besar tidak diketahui, namun dapat dipandang di luar batas kesinambungan
biologi.Perikanan laut yang meyediakan lebih dari 60% protein hewani yang
dibutuhkan dalam menu makanan masyarakat pantai, sebagian tergantung pada
ekosistem lamun untuk produktivitas dan pemeliharaanya. Selain itu kerusakan
padang lamun oleh manusia akibat pemarkiran perahu yang tidak terkontrol.
Di kawasan pantai, manusia
melakukan pengerukan dan pengurugan demi pembangunan pemukiman pantai, indusri,
dan saluran navigasi. Hal ini mengakibatkan padang lamun rusak total. Di
samping itu, terdapat dampak sekunder pada perairan laut yaitu meningkatnya
kekeruhan air, dan terlapisnya insang hewan air oleh lumpur dan tanah hasil
pengerukan.Hewan-hewan air tersiksa dan akhirnya mati.Ancaman juga datang dari
pencemaran limbah industri, terutama logam berat dan senyawa organoklorin. Dua
jenis bahan berbahaya ini mengakibatkan terjadinya akumulasi (penumpukan
kandungan) logam berat padang lamun melalui proses yang disebut magnifikasi
biologis. Persis seperti proses penumpukan kandungan merkuri yang menimpa
kerang-kerangan di Teluk Jakarta.
Selain itu, kebiasaan
manusia yang membuang sampah sembarangan ke laut mengakibatkan turunnya
kandungan oksigen terlarut di kawasan padang lamun, serta dapat menimbulkan
eutrofikasi (peningkatan kesuburan plankton). Hal ini bisa memancing meledaknya
pertumbuhan perifiton, sejenis organisme yang hidup menempel di organisme lain.
Perifiton yang banyak menempel membuat daun lamun kesulitan menyerap sinar
matahari untuk proses fotosintesisnya. Kejadian serupa terjadi jika terjadi
pencemaran minyak yang melapisi permukaan daun lamun.Ada pula pencemaran limbah
pertanian, terutama pestisida yang mematikan hewan-hewan di padang lamun. Pupuk
yang masuk ke perairan laut di mana padang lamun terbentang juga memancing
timbulnya eutrofikasi (Fahruddin, 2002).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Kegiatan pratikum
biologi laut materi mangrove dan lamun dilakukan selama dua hari pada tanggal 7 dan 8 Mei 2016 pukul 09.00WIB
s.d selesai. Pratikum ini dilakukan di Desa Kahyapu, Kecamatan Enggano,
Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu.
3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat dan
bahan yang digunakan untuk kegiatan pratikum iniialah :
Alat : Bahan
:
1. ATK 1.
Buku Identifikasi
2.
Kamera 2. Karton Hitam
3. Bambu 3.
Tali Rafia
4. Penggaris 4.
Kantong Plastik
3.3 Langkah Kerja
a.
Adapun langkah kerja pada saat praktikum mengidentifikasi Lamun yaitu:
1. Mengamati bahan sample lamun meliputi
ciri-ciri dan morfologinya.
2. Menggambar bahan sample lamun yang diamati,
mencatat dan mengukur hal-hal yang perlu diukur.
3. Mengidentifikasi jenis-jenisnya dan
menentukan klasifikasinya.
4. Mengambil bahan sampel di laut.
5. Mencatat sebagai laporan sementara.
b. Adapun
langkah kerja pada saat praktikum mengidentifikasi Mangroveyaitu:
1. Mencatat jenis mangrove yang terdapat di Desa Kahyapu.
2. Mencatat jenis akar, daun dan
banyak propagul pada mangrove tersebut.
3. Mengambil gambar bagian-bagian dari mangrove.
5. Mengambil biota yang berintegrasi pada mangrove.
BAB IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1 Mangrove
a. Jenis:
Gambar
Jenis Mangrove yang ditemukan :
No
|
Gambar
|
Klasifikasi
|
Keterangan
|
1.
|
Rhizophora mucronata
|
Regnum
: Plantae
Divisio
: Magnoliophyta
Classis
: Magnoliopsida
Ordo
: Magnoliales
Familia
: rhizophoraceae
Genus
: rhizopora
Species
rhizophora mucronata lamk
|
Tipe
akar :
Akar papan
Jumlah
propagul :
Tidak
ada
|
2.
|
Bruguiera hainessii
|
Regnum
: Plantae
Divisio
: Magnoliophyta
Classis
: Magnoliopsida
Ordo
: Rhizophorales
Familia
Rhizophoraceae
Genus
: Rhizophora
Species
: Rhizophora apiculata
|
Tipe
akar :
Akar
lutut
Jumlah
propagul : 11
|
3.
|
Bruguiera sexangula
|
Regnum
: Plantae
Divisio
: magnoliophyta
Classis
: magnoliopsida
Ordo
: myrtales
Familia
: rhizophoraceae
Genus
: bruguiera
Species:bruguiera
sexangula
|
Tipe
akar :
Akar
tongkat
Jumlah
propagul : 2
|
b. Deskripsi:
1.Rhizophora mucronata : Pohon dengan
ketinggian mencapai 27 m, jarang melebihi 30 m. Batang memiliki diameter hingga
70 cm dengan kulit kayu berwarna gelap hingga hitam dan terdapat celah
horizontal.
Akar tunjang dan akar
udara yang tumbuh dari percabangan bagian bawah.
Daun :Daun berkulit. Gagang daun berwarna hijau,
panjang 9 cm. Pinak daun terletak pada pangkal gagang daun berukuran 9 cm. Unit
& Letak: sederhana & berlawanan.
Bentuk: elips melebar
hingga bulat memanjang
Bunga :Gagang kepala bunga seperti cagak, bersifat
biseksual, masing-masing menempel pada gagang individu yang panjangnya 4 cm.
Letak: di ketiak daun. Formasi: Kelompok (4-8 bunga per kelompok). Daun
mahkota: 4;putih, ada rambut. 9 mm. Kelopak bunga: 4; kuning pucat, panjangnya
13-19 mm. Benang sari: 8; tak bertangkai.
Buah :Buah
lonjong/panjang hingga berbentuk telur berukuran 5-7 cm, berwarna
hijaukecoklatan, seringkali kasar di bagian pangkal, berbiji tunggal. Hipokotil
silindris, kasar dan berbintil.Leher kotilodon kuning ketika matang. Ukuran:
Hipokotil: panjang 36-70 cm dan diameter 2-3 cm..
Penyebaran :Afrika
Timur, Madagaskar, Mauritania, Asia tenggara, seluruh Malaysia dan Indonesia,
Melanesia dan Mikronesia. Dibawa dan ditanam di Hawaii.
Manfaat :Kayu
digunakan sebagai bahan bakar dan arang. Tanin dari kulit kayu digunakan untuk
pewarnaan, dan kadang-kadang digunakan sebagai obat dalam kasus hematuria
(perdarahan pada air seni).Kadang-kadang ditanam di sepanjang tambak untuk
melindungi pematang.
2. Bruguiera hainessi :Berupa semak atau
pohon kecil yang selalu hijau, tinggi (meskipun jarang) dapat mencapai 20 m.
Kulit kayu burik,
berwarna abu-abu hingga coklat tua, bercelah dan agak membengkak di bagian
pangkal pohon.Akar lutut dapat mencapai 30 cm tingginya.
Daun :Terdapat bercak hitam di bagian bawah daun
dan berubah menjadi hijaukekuningan ketika usianya bertambah. Unit & Letak:
sederhana & berlawanan. Bentuk: elips. Ujung: meruncing. Ukuran: 7cm.
Bunga :Bunga mengelompok di ujung tandan (panjang
tandan: 2 cm). Letak: di ketiak daun. Formasi: kelompok (3-10 bunga per
tandan).
Daun mahkota: 8;
putihhijau kekuningan, panjang 1,5-2mm. Berambut pada tepinya. Kelopak Bunga:
8; menggelembung, warna hijau kekuningan; bagian bawah berbentuk tabung,
panjangnya 7-9 mm.
Buah :Buah melingkar
spiral, panjang 2 cm. Hipokotil silindris, agak melengkung, permukaannya halus,
warna hijau kekuningan. Ukuran: Hipokotil: panjang 8- 15 cm dan diameter 0,5-1
cm.
Penyebaran :Dari
India, Seluruh Asia Tenggara (termasuk Indonesia) hingga Australia utara.
Manfaat :Untuk kayu
bakar, tiang dan arang. Buahnya dilaporkan digunakan untuk mengobati penyakit
herpes, akar serta daunnya digunakan untuk mengatasi kulit terbakar.Di Sulawesi
buahnya dimakan setelah direndam dan dididihkan.
3.Bruguiera sexangula : Pohon yang selalu
hijau dengan ketinggian kadang-kadang mencapai 30 m. Kulit kayu coklat
muda-abu-abu, halus hingga kasar, memiliki sejumlah lentisel berukuran besar,
dan pangkal batang yang membengkak. Akar lutut, dan kadangkadang akar papan.
Daun :Daun agak
tebal, berkulit, dan memiliki bercak hitam di bagian bawah. Unit & Letak:
sederhana & berlawanan. Bentuk: elips. Ujung: meruncing. Ukuran: 17 cm.
Bunga : letaknya Di ketiak daun. Formasi: soliter (1
bunga per tandan). Daun makhota: 10-11; putih dan kecoklatan jika tua, panjang
15mm. Kadang berambut halus pada tepinya. Kelopak bunga: 10-12; warna kuning
kehijauan atau kemerahan atau kecoklatan; panjang tabung 10-15 mm.
Buah :Hipokotil
menyempit di kedua ujung. Ukuran: Hipokotil: panjang 6-12 cm dan diameter 1,5
cm.
Penyebaran :Dari
India, Seluruh Asia Tenggara (termasuk Indonesia) hingga Australia utara.
Manfaat :Untuk kayu
bakar, tiang dan arang. Buahnya dilaporkan digunakan untuk mengobati penyakit
herpes, akar serta daunnya digunakan untuk mengatasi kulit terbakar.Di Sulawesi
buahnya dimakan setelah direndam dan dididihkan.
c. Reproduksi :
Hutan bakau atau hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh
di atas rawa-rawa berair payau yang
terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air
laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik
di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak,
maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya
dari hulu.Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di
muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut.Tumbuhan mangrove bersifat
unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan
di laut.
Mangrove mempunyai system perakaran yang menonjol yang disebut akar nafas
(pneumatofor).
Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang
miskin oksigen atau bahkan anaerob.Hutan Bakau (mangrove) merupakan komunitas
vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang
mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Bengen,
2000).Sementara ini wilayah pesisirdidefinisikan sebagai wilayah dimana
daratan berbatasan dengan laut. Batas wilayah pesisir di
daratan ialah daerah-daerah yang tergenang air maupun yang tidak tergenang
air dan masih dipengaruhi oleh proses-proses bahari seperti pasang surutnya
laut, angin laut dan intrusi air laut, sedangkan batas wilayah pesisir di
laut ialah daerah-daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami di
daratan seperti sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut, serta
daerah-daerah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan
seperti penggundulan hutan dan pencemaran.
d. Habitat :
1. Rhizophora mucronataPada umumnya tumbuh
dalam kelompok, dekat atau pada pematang sungai pasang surut dan di muara
sungai, jarang sekali tumbuh pada daerah yang jauh dari air pasang surut.
Pertumbuhan optimal terjadi pada areal yang tergenang dalam, serta pada tanah
yang kaya akan humus. Merupakan salah satu jenis tumbuhan mangrove yang paling
penting dan paling tersebar luas.Perbungaan terjadi sepanjang tahun.Anakan
seringkali dimakan oleh kepiting, sehingga menghambat pertumbuhan mereka.
Anakan yang telah dikeringkan dibawah naungan untuk beberapa hari akan lebih
tahan terhadap gangguan kepiting. Hal tersebut mungkin dikarenakan adanya
akumulasi tanin dalam jaringan yang kemudian melindungi mereka.
2. Bruguiera hainessitumbuh di sepanjang
alur air dan tambak tepi pantai. Substrat yang cocok termasuk lumpur, pasir,
tanah payau dan bersalinitas tinggi.Di Australia, perbungaan tercatat dari
bulan Juni hingga September, dan berbuah dari bulan September hingga
Desember.Hipokotilnya yang ringan mudah untuk disebarkan melalui air, dan
nampaknya tumbuh dengan baik pada areal yang menerima cahaya matahari yang
sedang hingga cukup.Bunga dibuahi oleh serangga yang terbang pada siang hari,
seperti kupu-kupu.Daunnya berlekuk-lekuk, yang merupakan ciri khasnya,
disebabkan oleh gangguan serangga. Dapat menjadi sangat dominan di areal yang
telah diambil kayunya .
3. Bruguiera sexangulaTumbuh di sepanjang
jalur air dan tambak pantai, pada berbagai tipe substrat yang tidak sering
tergenang. Biasanya tumbuh pada kondisi yang lebih basah dibanding B.
gymnorrhiza.Kadang-kadang terdapat pada pantai berpasir.Toleran terhadap
kondisi air asin, payau dan tawar.Perbungaan terjadi sepanjang tahun.Bunganya
yang besar diserbuki oleh burung.Hipokotil disebarkan melalui air.
e. Biota yang Hidup
Inilah biota-biota laut yang
ditemukan :
1. Kepiting bakau:
Panjang
punggung=7,5cm
Panjang seluruh
tubuh=22cm
Lebar punggung =5,5
cm
Panjang kaki=12,5 cm
Panjang perut=6,5 cm
2. Kerang (Estellacar Olivacea)
Panjang tubuh= 6 cm
Lebar tubuh =5,5cm
3. Mollusca
Panjang tubuh = 4cm
Lebar tubuh =2cm
4. Siput(Auricular auris-midae)
Panjang tubuh=6,5cm
Lebar tubuh=3 cm
5. Kepiting Kecil
Panjang = 4 cm
6.Ikan Gabus
Panjang ventral=7cm
Panjang dorsal=7cm
Panjang seluruh
tubuh=7,2 cm
4.2 Lamun
a. Jenis :
Gambar jenis lamun
yang ditemukan :
No
|
Gambar
|
Klasifikasi
|
Keterangan
|
1.
|
Syringodium qsoetifolium
|
Regnum
: Plantae
Divisio
: anthophyta
Classis
: angiospermae
Ordo
: helobie
Familia
: cymodoceae
Genus
: syringodium
Species:
syringodium isoetifolium
|
Tipe
akar :
5 akar
|
2.
|
Cymodocea serrulata
|
Regnum
: Plantae
Divisio
: anthophyta
Classis
: angiospermae
Ordo
: helobie
Familia:cymodoceae
Genus
: cymodoceae
Species
: cymodocea serrulata enhalus acoroides
|
Tipe
akar :
Banyak di 1m2transek=117 akar.
|
3.
|
Thalassia hempricchi
|
Regnum
: Plantae
Divisio
: anthophyta
Classis
: angiospermae
Ordo
: helobiae
Familia
: hydrocharitaceae
Genus
: thalassia
Species:thalassia
hemprichii
|
Tipe
akar :
Banyak 1 m2 transek =11 akar
|
b. Deskripsi :
1. Syringodiumisoetifolium : Daunnya membulat atau meruncing, bunga menyebar dan
terbuka, bentuk daun tipis dan berbentuk silindris/tabung berisi rongga udara
dengan bentuk ujung daun yang agak meruncing,panjang daun =14cm dan panjang akar =12cm,banyak di 1m2
transek=5akar jantan dan betina
pada individu yang berbeda,bunga terbentuk di sekitar stem vertikal, biji yang
matang berwarna gelap dan berkulit keras yang licin, terdapat pada daerah
subtidal (tergenang), coastal (pantai), dan terumbu.
2. Cymodocea serrulata : Panjang daun Enhalus acoroides 13cm dan lebar 13-17 mm, rimpang berdiameter lebih 10 mm
dengan rambut-rambut kaku,banyak di 1m2 transek=117 akar. Daunnya bercabang dua (distichous), akar tertutupi
dengan jaringan hitam dengan serat-serat kasar, tepi daun menggulung ke dalam,
rhizoma tebal, terdapat pada daerah pantai yang terlindung dan di esturia dan
hanya terdapat di daerah tropis.
3. Thalassia hempricchi : Panjang daun Thalassia hemprichii antara 100-300 mm dan
lebarnya 4-10 mm, daunnya bercabang dua (distichous), tidak terpisah, akar
tidak tertutupi dengan jaringan hitam, serta dengan serat-serat kasar. Rimpang
berdiameter 2-4 mm, tanpa rambut-rambut kaku.
c. Reproduksi :
Sistem Reproduksi lamun sebenarnya dapat dilakukan secara
aseksual dan seksual.Secara aseksual dengan membentuk stolon, secara seksual
dengan hidrophilus.Dalam sistem reproduksinya, lamun beradaptasi penuh untuk
dapat hidup di lingkungan laut termasuk juga kemampuan untuk
tumbuh dan melakukan reproduksi pada saat terbenam.Salah satu hal yang paling
penting dalam adaptasi reproduksi lamun adalah yaitu kemampuannya untuk
melakukan polinasi di bawah air.
Dengan melakukan
polinasi berarti lamun adalah tumbuhan yang memiliki bunga, menghasilkan buah
dan menyebarkan bibit seperti kebanyakan tumbuhan darat.Lamun memiliki dua
bentuk pembungaan, yakni Monoecious (dimana bunga jantan dan betina berada pada
satu individu) dan Dioecious (dimana jantan dan betina berada pada individu
yang berbeda). Peyerbukan terjadi melalui media air (penyerbukan
hydrophyllous). Meskipun lamun adalah tanaman berbunga dan menghasilkan biji
melalui reproduksi seksual, modus utama adalah reproduksi aseksual, melalui
perpanjangan dari bagian bawah tanah, berupa rhizoma.
d.Habitat :
Thalassia hemprichii, adalah jenis yangdominan yang terdapat pada rataan terumbukarang
baik yang berdasar pasir atau puingdari karang mati. Pada habitat ini
jenistersebut dapat membentuk padang lamunyang luas dengan sedikit spesies lain
yangterdiri dariHalophila ovalis.
Syringodium isoetifolium mendiami perairan yang jelas dan lebih memilih substrat berpasir
dan biasanya ditemukan di perairan dangkal di bawah area antar dan subtidal
sampai kedalaman 15 m., beberapa populasi kadang-kadang terkena selama ekstrim
surut pada rataan terumbu.isoetifolium Syringodium tidak mengatasi dengan baik
dengan gangguan. Di Laut, spesies ini terjadi padat di daerah subtidal pada
sedimen halus. Hal ini terjadi sebagai spesies lamun luas. Di pulau-pulau
Pasifik Barat, ditemukan di padang rumput padat terkait dengan terumbu karang
dan pada platform karang.
Cymodocea serrulatatumbuh di atas pasir berlumpur, pasir halus atau pasir dengan substrat
pecahan karang di zona intertidal.Ini merupakan pertengahan spesies yang
sukses, dan dapat menjajah sangat cepat sekali didirikan.Spesies ini dapat
dengan cepat memulihkan atau kembali setelah gangguan.Ini adalah spesies pionir
di Mozambik di saluran tertimbun lumpur.Di Australia timur, itu terjadi di
sedimen yang lebih dalam dan telah dikaitkan dengan peningkatan tingkat pertambahan
sedimen.Spesies ini merupakan makanan bagi dugong ketika sumber informasi
lainnya rendah.Hal ini juga merumput oleh ikan dan landak.
e. Biota yang Hidup :
Adapun biota –
biota laut yang hidup disekitar lamun ialah :
1.Teripang
Panjang tubuh=Kurang Lebih 40 cm
Lebar tubuh = 4 cm
2. Sponge
Panjang tubuh =13cm
Lebar tubuh=1,5cm
3. Rumput Laut (Halimeda
opuntia)
Panjang=23 cm
Lebar=4cm
4. Kerang
Panjang tubuh=4cm
Lebar tubuh=2cm
5.Siput
Panjang tubuh=2cm
Lebar tubuh=1,5 cm
6.Ikan
Panjang tubuh=7cm
Lebar tubuh=3cm
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan kegiatan pratikum biologi
laut materi mangrove dan lamun di Desa Kahyapu, Kecamatan Enggano, Kabupaten
Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat
beberapa jenis mangrove dan lamun yaitu : Rhizophora mucronata, Bruguiera
hainessii, Bruguiera sexangula, Syringodium isoetifolium, Cymodocea
serrulata, danThalassia hempricchi dengan memliki ciri-ciri
tersendiri yang terdapat dalam pembahasan.
Hutan
mangrove mampu mengolah limbah agar kemungkinan pencemaran sedikit dan yang
paling utama menghasilkan oksigen.Secara biologi hutan mangrove merupakaan
habitat biota darat dan laut, sebagai daerah asuhan, mencari makan, dan tempat
menghasilkan bibit ikan, batangnya dapat dijadikan bahan bakar, bahkan dapat
dijadikan suplemen.Dan sebagai fungsi wahan wisata, hutan mangrove dijadikan
sebagai tempat penelitian dan tempat wisata.
Sedangkan lamun dapat berguna sebagai tempat perlindungan dan
tempat menempel berbagai organisme epifit. Disamping itu, padang lamun
(seagrass beds) dapat juga sebagai daerah asuhan, padang pengembalaan dan makan
dari berbagai jenis ikan herbivora dan ikan–ikan karang (coral fishes). Lamun
dapat mengakumulasi limbah yang masuk ke perairan, Lamun mempunyai tingkat
produktifitas primer tertinggi bila dibandingkan dengan ekosistem lainnya yang
ada di laut dangkal seperti ekosistem terumbu karang.
5.2 Saran
1. Saat melakukan pengamatan terhadap lamun ataupun mangrove,
diharapkan kepada praktikan agar lebih jeli dan serius.
2. Saat mengidentifikasi perlu diperhatikan kecermatan dalam
mencocokkan sampel yang ada pada buku identifikasi.
3. Saat melakukan pengamatan
sebaiknya menggunakan pengaman tubuh dan lebih berhati-hati terhadap biota laut
yang berbahaya.
4. Para co asisten diharapkan lebih membantu dan mengawasi
para praktikan dalam mengidentifikasi.
5. Pembangunan di wilayah pesisir diharapkan lebih
memperhatikan keberlanjutan ekosistem mangrove dan padang lamun karena
fungsinya yang sangat penting pada laut dangkal.
DAFTAR PUSTAKA
Aksornkoae.1993.Pedoman
Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat
Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan.Bogor:Institut Pertanian Bogor
Andi.1999.Budidaya
Tambak-Mangrove Terpadu.Jakarta:Majalah Kehutanan Indonesia
Bengen,D.G.2001.Sinopsis Ekosistem Dan Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir Dan Lautan.Bogor:Institut
Pertanian Bogor
Fahruddin.2002.Pemanfaatan, Ancaman, dan Isu-isu Pengelolaan Ekosistem Padang
Lamun.Bogor:Program Pasca Sarjana IPB
Hendra.2011.Laut
Nusantara.Jakarta:Djambatan
Husni.2003.Ekosistem Lamun Produsen Organik Tinggi.Jakarta:Pusat Penelitian
Oseanografi,
Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI)
Kartawinata.1987.Ekosistem Mangrove.Jakarta:Erlangga
Kordi.2011.Biologi
Laut-Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut.Jakarta:Pusat Penelitian dan
Pengembangan Oseanologi-LIPI
Perhutani.1993.Pelaksanaan
Program Perhutanan Sosial Dengan Sistem Sylvofishery Pada
Kawasan
Hutan Payau Di Pulau Jawa.Jakarta:Direksi Perum Perhutani
Saparinto, Cahyo.2007.Pendayagunaan
Ekosistem Mangrove.Semarang:Dahara Prize
Sudarmadji.2001.Rehabilitasi
Hutan Mangrove Dengan Pendekatan
Pemberdayaan.Bogor:Fakultas
Kehutanan IPB
Soerianegara, I.1982.Ekologi
Hutan Indonesia. Bogor:Departemen Manajemen Hutan
Zulkifli.2003.Pengelolaan dan Pengembangan Ekosistem Padang Lamun.Jakarta:Departemen
Kehutanan Indonesia
LAMPIRAN
0 komentar:
Posting Komentar