Adios, Liverpool FC.
Dear Kopites,
Jujur, aku bukan seorang yang pandai dalam merangkai kata-kata, apalagi menulis sebuah surat untuk kalian semua.
Emosi bercampur dengan air mata ketika akhirnya banyak barisan kaku kata
tertutur lambat, di waktu yang mungkin tidak terlalu tepat. Sudah terlalu lama terdiam, aku, Luis Suarez, ingin memberikan pesan terakhir untuk kalian yang sudah memberikan jiwa, tenaga, cinta,
dan rasa tulus yang sangat besar sejak aku mendarat di Anfield, 2011 lalu.
Pertama, aku ingin meminta maaf karena sudah terlalu banyak membuat masalah di Liverpool. Ya, tak mudah ternyata pindah ke lingkungan baru dengan tekanan media yang luar biasa besar.
Berbagai masalah aku buat disini. Dua tahun pertama bukan tahun yang mudah. Friksi dengan teman hitam di seberang menjadi contoh. Sungguh, aku tak bermaksud untuk rasialis. Tapi, mukanya memang jelek dan tingkahnya membuat kami kebakaran jenggot. Atau masalahku dengan
seorang Eropa Timur berpantat semok. Aku yakinkan, gigitan itu bukan tanda frustrasi.
Aku hanya gemas dan seketika seperti melihat marshmallow saat itu. Sayang, ternyata kulit dia tak sekenyal marshmallow normal.
Insiden tersebut jelas menjadi pelajaran. Kalian semua tentu melihat perubahan sikap dan performaku musim lalu setelah insiden yang membuatku absen 10 laga. Banyak perubahan terjadi.
Dimulai dengan Sofia yang mendiamiku cukup lama dan hanya mau bercinta sebulan sekali, hingga media yang terus menyoroti meski aku tak ada di lapangan hijau. Beruntung, aku mampu memberikan musim terbaik dan membawa The Reds nyaris menjadi kampiun Liga Inggris.
Kopites yang sangat aku hormati dan cintai...
Air mataku saat menghadapi Crystal Palace sangat tulus. Aku mencintai tim ini seperti aku mencintai orang tua, istri, dan kedua anakku.
30 gol yang aku buat memang karena aku harus
bermain maksimal dan memberikan yang terbaik untuk tim yang juga memberikanku harapan untuk menjadi manusia yang lebih beradab.
Tapi maaf, jika akhirnya aku tetap harus meninggalkan kota
indah ini.
Terima kasih atas cita, cinta, air mata, dan perjuangan kalian yang membuatku merasa dianggap sebagai seorang pemain sepak bola.
Chant-chant indah yang dikumandangkan tiap laga, banner
serta bendera bergambar sosok diri ini, hingga semua pembelaan semu atas semua masalah yang kubuat. Aku mengerti, sakit hati pasti mengetahui kenyataan ini. Sama seperti apa yang aku rasakan.
Tetapi, pada akhirnya aku adalah pesepak bola yang memiliki mimpi. Aku adalah kepala keluarga yang ingin memiliki anak-anak yang besar dengan nuansa yang memadai. Dan aku bukan sosok yang cukup sabar untuk menghadapi tekanan yang luar biasa besar.
Sejak dulu, aku memiliki mimpi bermain untuk Barcelona.
Salah satu tim dengan sejarah dan
prestasi luar biasa di eropa. Tidak, aku sama sekali tak bermaksud membandingkan mereka dengan Liverpool, yang aku tahu juga tak kalah besar. Tetapi, ini adalah mimpi.
Bahkan mimpi
sebelum aku berkostum The Reds. Pun dorongan dari Sofia dan ayahnya yang menginginkanku
untuk menyebrang ke Catalan, membuat tekad ini semakin bulat.
Aku hanya bisa meminta maaf karena harus mengingkari janji untuk merasakan atmosfer luar biasa Anfield di Liga Champions. Aku harap kalian semua bisa mengerti dan tak menganggap aku seburuk pemain yang berkhianat di menit terakhir transfer itu.
Setidaknya, aku memberikan waktu
kalian untuk mengetahui fakta yang terjadi dan alasanku untuk pergi. Apa pernah si Pirang itu membuat surat seperti ini? Alasan dia pergi meninggalkan kalian saja masih tak jelas sampai detik ini.
Adalah sebuah kebanggaan besar pernah merasakan jersey merah yang melambangkan semangat tinggi. Steven Gerrard adalah kehidupan. Dia faktor kunci mengapa Liverpool masih memiliki identitas sebagai klub besar hingga saat ini. Tanpanya, mungkin aku akan hengkang lebih cepat.
Jika ada yang patut kalian syukuri, bukanlah sempat memilikiku. Namun, memiliki seorang manajer
istimewa bernama Brendan Rodgers. Dia adalah sosok yang bisa membuat para pemain mengeluarkan kemampuan terbaik. Tanpanya, aku tak akan tampil seistimewa musim lalu.
Tanpanya, Liverpool tak akan mampu jadi pesaing juara dengan skuat seadanya. Tanpanya....
Jangan sampai "tanpanya" menjadi benar-benar terealisasi. Jika ada sosok yang harus kalian jaga,dia adalah B-Rod (Hati-hati karena aku mendengar kabar FA mulai muak dengan Roy Hodgson).
Akhir kata, selamat tinggal Kopites. Cinta memang jahat dan begitulah faktanya. Aku harus pergi menggapai cinta yang lain, tapi selayaknya cinta, pelakunya tak akan mampu melupakan kisah
yang sudah terlewat.
The Reds akan selalu ada dalam hati dan menjadi kenangan indah dalam
perjalanan karier ini. Lupakan aku sebisa kalian. Pasti akan ada sosok yang tak kalah luar biasa dan menjadi pendamping Gerrard untuk mengangkat trofi Premier League nantinya.
Sincerely, Luis
Alberto Suarez Diaz
0 komentar:
Posting Komentar