Selasa, 04 Desember 2018

Laporan Praktikum Osebiogeo 2 Identifikasi Foraminifera

12/04/2018 02:28:00 PM Posted by Bagas Lazuardi , No comments

LAPORAN PRAKTIKUM
“IDENTIFIKASI FORAMINIFERA”


Disusun Oleh  :
Nama                           : Bagas Lazuardi
NPM                           : E1I015004
Kelompok                   : 3 (Tiga)
Mata Kuliah                : Oseanografi Biogeologi
Dosen Pengampuh      : 1. Aradea Bujana Kusuma, S.Si., M.Si
                                      2. Bertoka Fajar SP Negara, S.Kel., M.Si
Asisten Dosen             : 1. Dianty Siallagan
                                      2. Efrodika Dwi Putra
                                      3. M. Rio Pahlawan
                                      4. Kurniawan Soleh

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2017

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Di Indonesia foraminifera bentos besar sangat banyak ditemukan dan bisa digunakan untuk menentukan umur relatif batuan sedimen dengan menggunakan zonasi foraminifera bentos besar berdasarkan Adams, dengan demikian untuk menganalisanya dilakukan dengan mempergunakan sayatan tipis. Foraminifera yaitu organisme bersel tunggal (protista) yang mempunyai cangkang atau test (istilah untuk cangkang internal). Foraminifera diketemukan melimpah sebagai fosil, setidaknya dalam kurun waktu 540 juta tahun. Foraminifera adalah kerabat dekat Amoeba, hanya saja amoeba tidak memiliki cangkang untuk melindungi protoplasmanya.
Plankton didefinisikan sebagai organisme hanyut (tidak memiliki kemampuan renang) apapun yang hidup dalam zona pelagik (bagian atas) samudera, laut, dan badan air tawar. Foraminifera planktonik jumlah genusnya sedikit, tetapi jumlah spesiesnya banyak. Plankton pada umumnya hidup mengambang di permukaan laut dan fosil plankton ini dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah geologi, antara lain sebagai fosil petunjuk, korelasi, penentuan lingkungan pengendapan.
Foraminifera plankton tidak selalu hidup di permukaan laut, tetapi pada kedalaman tertentu, ada golongan foraminifera plankton yang selalu menyesuaikan diri terhadap temperatur, sehingga pada waktu siang hari hidupnya hampir di dasar laut, sedangkan di malam hari hidup di permukaan air laut. Sebagai contoh adalah Globigerina pachyderma di Laut Atlantik Utara hidup pada kedalaman 30 sampai 50 meter, sedangkan di laut atlantik tengah hidup pada kedalaman 200 sampai 300 meter.
1.2  Tujuan
Adapun tujuan dari kegiatan praktikum ini yaitu :
1.      Memperoleh pengetahuan mengenai metode penelitian batuan fosil, terutama teknik sampling, pengawetan dan identifikasi foraminifera.
2.      Mengetahui teknik peleburan sampel batuan fosil.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
            Fosil adalah sisa-sisa dari kehidupan masa lampau atau segala sesuatu yang menunjukkan kehidupan yang telah membantu dan yang paling muda berumur plistosein. Pada umumnya fosil ini terjadi di lingkungan sedimen, dalam hal ini didalam batuan beku sama sekali tidak dijumpai fosil. Secara garis besar, Paleontologi di bagi menjadi 2, yaitu :
Paleobotani: mempelajari sisa-sisa organisma purba yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.
Paleozoolog: mempelajari sisa-sisa organisma purba yang berasal dari binatang (Nurruhwati et al, 2012).
            Foraminifera adalah merupakan mikrofosil yang sangat penting dalam studi mikropaleontologi. Hal ini disebabkan karena jumlahnya yang sangat melimpah pada batuan sedimen. Secara defenisi foraminifera adalah organisme bersel tunggal yang hidup secara aquatik (terutama hidup di laut), mempunyai satu atau lebih kamar-kamar yang terpisah satu dengan yang lainnya oleh sekat-sekat (septa) yang ditembusi oleh lubang-lubang halus (foramen). Hewan foraminifera contohnya adalah plankton dan benthos, hidup pada dasar laut. Plankton bentuk testnya adalah bulat dan susunan kamarnya adalah trochospiral, sedangkan benthos bentuk testnya adalah pipih dan susunan kamar planispiral. Kedua-duanya ini adalah merupakan bagian dari fhilum protozoa (Pringgoprawiro, 1983).
            Mikropaleontologi adalah cabang dari ilmu pada ilmu paleontologi yang khusus mempelajari sermua sisa-sisa yang berukuran kecil sehingga pada pelaksanaannya harus menggunakan alat bantu mikroskop. Contoh mikrofosil adalah hewan foraminifera. Pengertian Mikrofosil Menurut Jones (1936). Setiap fosil (biasanya kecil) untuk mempelajari sifat-sifat dan strukturnya dilakukan di bawah mikroskop. Umumnya fosil ukurannya lebih dari 5 mm namun ada yang berukuran sampai 19 mm seperti genus fusulina yang memiliki cangkang- cangkang yang dimiliki organisme, embrio dari foil-fosil makro serta bagian-bagian tubuh dari fosil makro yang mengamainya menggunakan mikroskop serta sayatan tipis dari fosil-fosil, sifat fosil mikro dari golongan foraminifera kenyataannya foraminifera mempunyai fungsi/berguna untuk mempelajarinya (Kennet and Srinivasan, 1983).
            Foraminifera memberikan data umur relatif batuan sedimen laut. Ada beberapa alasan bahwa fosil foraminifera adalah mikrofosil yang sangat berharga khususnya untuk menentukan umur relatif lapisan-lapisan batuan sedimen laut. Data penelitian menunjukkan foraminifera ada di bumi sejak jaman Kambrium, lebih dari 500 juta tahun yang lalu. Foraminifera mengalami perkembangan secara terus-menerus, dengan demikian spesies yang berbeda diketemukan pada waktu (umur) yang berbeda-beda. Foraminifera mempunyai populasi yang melimpah dan penyebaran horizontal yang luas, sehingga diketemukan di semua lingkungan laut. Alasan terakhir, karena ukuran fosil foraminifera yang kecil dan pengumpulan atau cara mendapatkannya relatif mudah meskipun dari sumur minyak yang dalam (Rositasari, 2006).
Foraminifera memberikan data tentang lingkungan masa lampau (skala Geologi). Karena spesies foraminifera yang berbeda diketemukan di lingkungan yang berbeda pula, seorang ahli paleontologi dapat menggunakan fosil foraminifera untuk menentukan lingkungan masa lampau tempat foraminifera tersebut hidup. Data foraminifera telah dimanfaatkan untuk memetakan posisi daerah tropik di masa lampau, menentukan letak garis pantai masa lampau, dan perubahan perubahan suhu global yang terjadi selama jaman es (Puspasari et al, 2012).
Aspek kimia cangkang fosil foraminifera sangat bermanfaat karena mencerminkan sifat kimia perairan tempat foraminifera ketika tumbuh. Sebagai contoh, perbandingan isotop oksigen stabil tergantung dari suhu air. Sebab air bersuhu lebih tinggi cenderung untuk menguapkan lebih banyak isotop yang lebih ringan. Pengukuran isotop oksigen stabil pada cangkang foraminifera plangtonik dan bentonik yang berasal dari ratusan batuan teras inti dasar laut di seluruh dunia telah dimanfaatkan untuk meme-takan permukaan dan suhu dasar perairan masa lampau. Data tersebut sebagai dasar pemahaman bagaimana iklim dan arus laut telah berubah di masa lampau dan untuk memperkirakan perubahan-perubahan di masa yang akan datang (Fadli et al, 2012).

BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Kegiatan praktikum mata kuliah oseanografi biogeologi ini dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 26 September 2017 pukul 10.00WIB sampai dengan pukul 11.40WIB di Laboratorium Program Studi Ilmu Kelautan dan dilanjutkan pada pukul 16.00WIB sampai dengan 17.40WIB di Laboratorium Program Studi Ilmu Kelautan.
3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum proses peleburan batuan fosil ini adalah gelas ukur, botol semprot, spatula, alumunium foil, masker, oven, tisu dan palu karet. Lalu bahan yang digunakan yaitu batuan fosil, H2O2 (Hidgrogen Feroksida) 50% dan Aquades.
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum proses identifikasi foraminifera ini adalah cawan petri, spatula, tisu, gelas arloji, kawat nikrom dan mikroskop. Lalu bahan yang digunakan yaitu sampel batuan fosil yang telah dileburkan.
3.3 Prosedur Kerja
            Adapun langkah kerja dalam kegiatan praktikum ini yaitu :
3.3.1    Peleburan Batuan Fosil
1.      Menumbuk batuan fosil sampai berukuran diameter 3-6 mm.
2.      Memasukkan batuan yang telah ditumbuk kedalam gelas ukur.
3.      Menuangkan larutan H2O2 50% kedalam gelas ukur sampai batuan fosil tumbukan tersebut tenggelam.
4.      Mengaduk larutan dan batuan tersebut hingga proses kimia tersebut selesai.
5.      Menambahkan aquades kedalam gelas ukur sampai secukupnya.
6.      Menuangkan larutan batuan tersebut kedalam cetakan loyang alumunium foil.
7.      Memasukkan sampel tersebut kedalam oven dengan temperatur 120o selama 5 jam.
3.3.2        Proses Identifikasi Batuan Fosil
1.      Memasukkan sampel yang telah di oven ke cawan petri.
2.      Meletakkan gelas arloji ke mikroskop.
3.      Memasukkan sedikit sampel menggunakan spatula ke cawan petri.
4.      Mengidentifikasi batuan fosil menggunakan mirkoskop dengan bantuan kawan nikrom.

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1  Hasil Pengamatan
Berikut ini adalah hasil pengamatan terhadap batuan fosil yang telah dileburkan :


Berdasarakan cara hidupnya, macam macam foraminifera dibagi menjadi 2, yaitu:
1.      Foraminifera plantonik.
2.      Foraminifera betik.
Berdasarkan bentuk cangkangnya, jenis jenis foraminifera terbagi menjadi 3, yaitu:
1.      Arenaceous (Foraminifera bercangkang pasiran).
2.      Porcelaneous (Foraminifera bercangkang gampingan tanpa pori).
3.      Hyalin (Foraminifera bercangkang gampingan berpori).
4.2  Pembahasan
Foraminifera merupakan organieme bercangkang yang paling melimpah di likungan laut. Satu sentimeter kubik sedimen dasar laut mengandung ratusan individu foraminifera hidup, dan lebih banyak lagi jumlah cangkang yang kosong/mati. Di banyak lingkungan cang-kang foraminifera merupakan komponen penting suatu sedimen. Di beberapa daerah laut dalam yang jauh dari darat, sering dijumpai dasar perairan laut tersusun sebagian besar dari cangkang foraminifera plangtonik. Pasir cenderung memudahkan untuk bergeser dan bergerak ke tempat lain. Substrat berupa lumpur biasanya mengandung sedikit oksigen dan karena itu organisme yang hidup didalamnya harus dapat beradaptasi pada keadaan ini. Hasil identifikasi batuan fosil dominan memiliki kandungan pasir halus dan lempung tinggi.
            Foraminifera sangat penting dalam rantai makanan, menyediakan makanan bagi ikan, keong, sand dollar, makanan utama moluska Scaphopoda, dan hewan lainnya. Dapat ditemukan sebanyak puluhan ribu per meter persegi di beberapa lingkungan estuarin, pasang surut hingga laut dalam organik. Mereka bergerak dan menangkap makanan mereka dengan pseudopodia tipis. Ketika Foraminifera mati, cangkang mereka tenggelam ke dasar laut dan membentuk sebuah endapan. Diperkirakan bahwa 30 persen dari dasar laut terbuat dari cangkang Foraminifera.
Dari dua bagian itu digunakan pada ilmu perminyakan dimana dari kedua fosil itu identik dengan hidrokarbon yang terdapat pada trap (jebakan). Dalam geologi struktur dimana dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya sesar, kekar serta lipatan. Hewan foraminifera contohnya adalah plankton dan benthos, hidup pada dasar laut. Plankton bentuk testnya adalah bulat dan susunan kamarnya adalah trochospiral, sedangkan benthos bentuk testnya adalah pipih dan susunan kamar planispiral. Kedua-duanya ini adalah merupakan bagian dari phylum protozoa.
Kesalahan pengambilan sampel berakibat pada tidak dijumpai fosil yang diinginkan. Fosil foraminifera kecil dapat dijumpai pada batuan napal, kalsilutit, kalkarenit halus, batupasir karbonatan halus. Fosil Foraminifera besar, dapat dijumpai pada Kalkarenit, dan Boundstone. Foraminifera mempunyai populasi yang melimpah dan penyebaran horizontal yang luas, sehingga diketemukan di semua lingkungan laut. Alasan terakhir, karena ukuran fosil foraminifera yang kecil dan pengumpulan atau cara mendapatkannya relatif mudah meskipun dari sumur minyak yang dalam.
Kriteria-kriteria yang digunakan dalam pengambilan sampel batuan, yaitu :
Memilih sampel batuan insitu dan bukan berasal dari talus, karena dikhawatirkan fosilnya sudah terdisplaced atau tidak insitu. Batuan yang berukuran butir halus lebih memungkinkan mengandung fosil, karena batuan yang berbutir kasar tidak dapat mengawetkan fosil. Batuan yang dapat mengawetkan fosil antara lain batulempung (claystone), batuserpih (shalestone), batunapal (marlstone), batutufa napalan (marly tuffstone), batugamping bioklastik, batugamping dengan campuran batupasir sangat halus. Batuan yang lunak akan memudahkan dalam proses pemisahan fosil. Jika endapan turbidite diambil pada endapan berbutir halus, yang diperkirakan merupakan endapan suspensi yang juga mencerminkan kondisi normal.
Sampel yang baik adalah yang diketahui posisi stratigrafinya terhadap singkapan yang lain, namun terkadang pada pengambilan sampel yang acak baru diketahui sesudah dilakukan analisa umur. Sampel permukaan sebaiknya diambil dengan penggalian sedalam > 30 cm atau dicari yang masih relatif segar (tidak lapuk).
Kumpulan fosil foraminifera mengandung banyak spesies yang masih hidup sampai sekarang, maka pola penyebaran modern dari spesies-spesies tersebut dapat digunakan untuk menduga lingkungan masa lampau di tempat kumpulan fosil foraminifera diperoleh ketika fosil foraminifera tersebut masih hidup. Jika sebuah contoh mengandung kumpulan fosil foraminifera yang semuanya atau sebagian besar sudah punah, masih ada beberapa petunjuk yang dapat digunakan untuk menduga lingkungan masa lampau. Petunjuk tersebut adalah keragaman spesies, jumlah relatif dari spesies plangtonik dan bentonik (prosentase foraminifera plangtonik dari total kumpulan foraminifera plangtonik dan bentonik), rasio dari tipe-tipe cangkang (rasio Rotaliidae, Miliolidae, dan Textulariidae), dan aspek kimia material penyusun cangkang.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun beberapa kesimpulan yang dapat diambil penulis selama menjalani praktikum yaitu Foraminifera yaitu organisme bersel tunggal (protista) yang mempunyai cangkang atau test (istilah untuk cangkang internal). Hasil penelitian kami tidak menemukan fosil foriminifera karena pengambilan sampel yang salah dan ada beberapa faktor lainnya. Fosil foraminifera bermanfaat dalam biostratigrafi, paleoekologi, paleobiogeografi, dan eksplorasi minyak dan gas bumi. Dalam membedakan foraminifera yang satu dengan yang lainnya harus memperhatikan bentuk test, susunan kamar, bentuk kamar, ornament , suture dan dalam menentukan suatu umur batuan menggunakan fosil dapat dilakukan dengan melihat fosil muncul akhir dan punah awal.
5.2 Saran
            Diharapkan  dalam pengambilan sampel, dipilih batuan yang masih dalam keadan insitu, yaitu batuan yang masih ditempatnya. Pengambilan sampel batuan di lapangan memilih sampel yang baik dan diharapkan lebih ditingkatkan lagi dalam penyajian materi serta literatur yang disediakan agar mahasiswa lebih paham.

DAFTAR PUSTAKA
Fadli, Nur, et al.2012.Keragaman Makroentos di Perairan Kuala Gigieng Kabupaten
Aceh Besar.Jurnal Depik.Vol 1(1)
Nurruhwati, Isni, et al.2012.Kelimpahan Foraminifera Bentik Pada Sedimen Permukaan
di Perairan Teluk Jakarta.Jurnal Akuatika.Vol 3(1)
Puspasari, R, et al.2012.Kelimpahan Foraminifera Bentik pada Sedimen Permukaan
Perairan Dangkal Pantai Timur Ujung Kulon, Kawasan Taman Nasional Ujung
Kulon, Banten. Jurnal Penelitian Perikanan.Vol 1(1)
Rositasari, Ricky.2006.Komunitas Foraminifera di Perairan Laut Arafura. Jurnal
Oceanologi dan Limnologi.Vol 1(40)
Pringgoprawiro, H.,1983.Biostratigrafi  dan paleogeografi Cekungan Jawa
Timur.Solo:Media Pustaka 
Kennet, J. P, and Srinivasan, M. S.,1983.Neogene Plantonic Foraminifera, A
Phylogenetic Atlas.Hutchison Ross Publishing Company, 265pp

LAMPIRAN








     
    

0 komentar:

Posting Komentar