LAPORAN PRAKTIKUM
“IDENTIFIKASI FORAMINIFERA”
Disusun Oleh :
Nama :
Bagas Lazuardi
NPM :
E1I015004
Kelompok :
3 (Tiga)
Mata Kuliah :
Oseanografi Biogeologi
Dosen Pengampuh :
1. Aradea Bujana Kusuma, S.Si., M.Si
2. Bertoka Fajar SP Negara, S.Kel., M.Si
Asisten Dosen :
1. Dianty Siallagan
2. Efrodika Dwi Putra
3. M. Rio Pahlawan
4. Kurniawan Soleh
PROGRAM STUDI ILMU
KELAUTAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS
BENGKULU
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Di
Indonesia foraminifera bentos besar sangat banyak ditemukan dan bisa digunakan
untuk menentukan umur relatif batuan sedimen dengan
menggunakan zonasi foraminifera bentos besar berdasarkan Adams,
dengan demikian untuk menganalisanya dilakukan dengan mempergunakan sayatan
tipis. Foraminifera yaitu organisme bersel tunggal (protista) yang
mempunyai cangkang atau test (istilah untuk cangkang internal).
Foraminifera diketemukan melimpah sebagai fosil, setidaknya dalam kurun waktu
540 juta tahun. Foraminifera adalah kerabat dekat Amoeba, hanya saja amoeba
tidak memiliki cangkang untuk melindungi protoplasmanya.
Plankton
didefinisikan sebagai organisme hanyut (tidak memiliki kemampuan renang) apapun
yang hidup dalam zona pelagik (bagian atas) samudera, laut, dan badan air
tawar. Foraminifera planktonik jumlah genusnya sedikit, tetapi jumlah
spesiesnya banyak. Plankton pada umumnya hidup mengambang di permukaan laut dan
fosil plankton ini dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah geologi,
antara lain sebagai fosil petunjuk, korelasi, penentuan lingkungan pengendapan.
Foraminifera
plankton tidak selalu hidup di permukaan laut, tetapi pada kedalaman tertentu,
ada golongan foraminifera plankton yang selalu menyesuaikan diri terhadap
temperatur, sehingga pada waktu siang hari hidupnya hampir di dasar laut,
sedangkan di malam hari hidup di permukaan air laut. Sebagai contoh
adalah Globigerina pachyderma di Laut Atlantik Utara hidup pada
kedalaman 30 sampai 50 meter, sedangkan di laut atlantik tengah hidup pada
kedalaman 200 sampai 300 meter.
1.2
Tujuan
Adapun
tujuan dari kegiatan praktikum ini yaitu :
1.
Memperoleh
pengetahuan mengenai metode penelitian batuan fosil, terutama teknik sampling,
pengawetan dan identifikasi foraminifera.
2.
Mengetahui teknik
peleburan sampel batuan fosil.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Fosil adalah sisa-sisa dari
kehidupan masa lampau atau segala sesuatu yang menunjukkan kehidupan yang telah
membantu dan yang paling muda berumur plistosein. Pada umumnya fosil ini
terjadi di lingkungan sedimen, dalam hal ini didalam batuan beku sama sekali
tidak dijumpai fosil. Secara garis besar, Paleontologi di bagi menjadi 2, yaitu
:
Paleobotani:
mempelajari sisa-sisa organisma purba yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.
Paleozoolog:
mempelajari sisa-sisa organisma purba yang berasal dari binatang (Nurruhwati et
al, 2012).
Foraminifera adalah merupakan
mikrofosil yang sangat penting dalam studi mikropaleontologi. Hal ini
disebabkan karena jumlahnya yang sangat melimpah pada batuan sedimen. Secara
defenisi foraminifera adalah organisme bersel tunggal yang hidup secara aquatik
(terutama hidup di laut), mempunyai satu atau lebih kamar-kamar yang terpisah
satu dengan yang lainnya oleh sekat-sekat (septa) yang ditembusi oleh
lubang-lubang halus (foramen). Hewan foraminifera contohnya adalah plankton dan
benthos, hidup pada dasar laut. Plankton bentuk testnya adalah bulat dan
susunan kamarnya adalah trochospiral, sedangkan benthos bentuk testnya
adalah pipih dan susunan kamar planispiral. Kedua-duanya ini adalah merupakan
bagian dari fhilum protozoa (Pringgoprawiro,
1983).
Mikropaleontologi
adalah cabang dari ilmu pada ilmu paleontologi yang khusus mempelajari sermua
sisa-sisa yang berukuran kecil sehingga pada pelaksanaannya harus menggunakan
alat bantu mikroskop. Contoh mikrofosil adalah hewan foraminifera. Pengertian
Mikrofosil Menurut Jones (1936). Setiap fosil (biasanya kecil) untuk
mempelajari sifat-sifat dan strukturnya dilakukan di bawah mikroskop. Umumnya
fosil ukurannya lebih dari 5 mm namun ada yang berukuran sampai 19 mm
seperti genus fusulina yang memiliki cangkang- cangkang yang dimiliki
organisme, embrio dari foil-fosil makro serta bagian-bagian tubuh dari fosil
makro yang mengamainya menggunakan mikroskop serta sayatan tipis dari
fosil-fosil, sifat fosil mikro dari golongan foraminifera kenyataannya
foraminifera mempunyai fungsi/berguna untuk mempelajarinya (Kennet and
Srinivasan, 1983).
Foraminifera memberikan data umur
relatif batuan sedimen laut. Ada beberapa alasan bahwa fosil foraminifera
adalah mikrofosil yang sangat berharga khususnya untuk menentukan umur relatif
lapisan-lapisan batuan sedimen laut. Data penelitian menunjukkan foraminifera
ada di bumi sejak jaman Kambrium, lebih dari 500 juta tahun yang lalu. Foraminifera
mengalami perkembangan secara terus-menerus, dengan demikian spesies yang
berbeda diketemukan pada waktu (umur) yang berbeda-beda. Foraminifera mempunyai
populasi yang melimpah dan penyebaran horizontal yang luas, sehingga
diketemukan di semua lingkungan laut. Alasan terakhir, karena ukuran fosil
foraminifera yang kecil dan pengumpulan atau cara mendapatkannya relatif mudah
meskipun dari sumur minyak yang dalam (Rositasari, 2006).
Foraminifera
memberikan data tentang lingkungan masa lampau (skala Geologi). Karena spesies
foraminifera yang berbeda diketemukan di lingkungan yang berbeda pula, seorang
ahli paleontologi dapat menggunakan fosil foraminifera untuk menentukan
lingkungan masa lampau tempat foraminifera tersebut hidup. Data foraminifera
telah dimanfaatkan untuk memetakan posisi daerah tropik di masa lampau,
menentukan letak garis pantai masa lampau, dan perubahan perubahan suhu global
yang terjadi selama jaman es (Puspasari et al, 2012).
Aspek
kimia cangkang fosil foraminifera sangat bermanfaat karena mencerminkan sifat
kimia perairan tempat foraminifera ketika tumbuh. Sebagai contoh, perbandingan
isotop oksigen stabil tergantung dari suhu air. Sebab air bersuhu lebih tinggi
cenderung untuk menguapkan lebih banyak isotop yang lebih ringan. Pengukuran
isotop oksigen stabil pada cangkang foraminifera plangtonik dan bentonik yang
berasal dari ratusan batuan teras inti dasar laut di seluruh dunia telah
dimanfaatkan untuk meme-takan permukaan dan suhu dasar perairan masa lampau.
Data tersebut sebagai dasar pemahaman bagaimana iklim dan arus laut telah
berubah di masa lampau dan untuk memperkirakan perubahan-perubahan di masa yang
akan datang (Fadli et al, 2012).
BAB III
METODOLOGI
3.1
Waktu dan Tempat
Kegiatan praktikum mata kuliah
oseanografi biogeologi ini dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 26 September
2017 pukul 10.00WIB sampai dengan pukul 11.40WIB di Laboratorium Program Studi
Ilmu Kelautan dan dilanjutkan pada pukul 16.00WIB sampai dengan 17.40WIB di
Laboratorium Program Studi Ilmu Kelautan.
3.2
Alat dan Bahan
Adapun alat-alat yang digunakan
dalam praktikum proses peleburan batuan fosil ini adalah gelas ukur, botol
semprot, spatula, alumunium foil, masker, oven, tisu dan palu karet. Lalu bahan
yang digunakan yaitu batuan fosil, H2O2 (Hidgrogen
Feroksida) 50% dan Aquades.
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum proses
identifikasi foraminifera ini adalah cawan petri, spatula, tisu, gelas arloji,
kawat nikrom dan mikroskop. Lalu bahan yang digunakan yaitu sampel batuan fosil
yang telah dileburkan.
3.3
Prosedur Kerja
Adapun
langkah kerja dalam kegiatan praktikum ini yaitu :
3.3.1
Peleburan Batuan Fosil
1.
Menumbuk batuan
fosil sampai berukuran diameter 3-6 mm.
2.
Memasukkan batuan
yang telah ditumbuk kedalam gelas ukur.
3.
Menuangkan larutan
H2O2 50%
kedalam gelas ukur sampai batuan fosil tumbukan tersebut tenggelam.
4.
Mengaduk
larutan dan batuan tersebut hingga proses kimia tersebut selesai.
5.
Menambahkan
aquades kedalam gelas ukur sampai secukupnya.
6.
Menuangkan
larutan batuan tersebut kedalam cetakan loyang alumunium foil.
7.
Memasukkan
sampel tersebut kedalam oven dengan temperatur 120o selama 5 jam.
3.3.2
Proses Identifikasi Batuan Fosil
1.
Memasukkan sampel
yang telah di oven ke cawan petri.
2.
Meletakkan gelas
arloji ke mikroskop.
3.
Memasukkan sedikit
sampel menggunakan spatula ke cawan petri.
4.
Mengidentifikasi
batuan fosil menggunakan mirkoskop dengan bantuan kawan nikrom.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1
Hasil Pengamatan
Berikut ini adalah hasil
pengamatan terhadap batuan fosil yang telah dileburkan :
Berdasarakan cara
hidupnya, macam macam foraminifera dibagi menjadi 2, yaitu:
1.
Foraminifera
plantonik.
2.
Foraminifera betik.
Berdasarkan bentuk
cangkangnya, jenis jenis foraminifera terbagi menjadi 3, yaitu:
1.
Arenaceous
(Foraminifera bercangkang pasiran).
2.
Porcelaneous
(Foraminifera bercangkang gampingan tanpa pori).
3.
Hyalin
(Foraminifera bercangkang gampingan berpori).
4.2
Pembahasan
Foraminifera merupakan organieme bercangkang yang
paling melimpah di likungan laut. Satu sentimeter kubik sedimen dasar laut
mengandung ratusan individu foraminifera hidup, dan lebih banyak lagi jumlah
cangkang yang kosong/mati. Di banyak lingkungan cang-kang foraminifera
merupakan komponen penting suatu sedimen. Di beberapa daerah laut dalam yang
jauh dari darat, sering dijumpai dasar perairan laut tersusun sebagian besar
dari cangkang foraminifera plangtonik. Pasir cenderung memudahkan untuk
bergeser dan bergerak ke tempat lain. Substrat berupa lumpur biasanya
mengandung sedikit oksigen dan karena itu organisme yang hidup didalamnya harus
dapat beradaptasi pada keadaan ini. Hasil identifikasi batuan fosil dominan memiliki
kandungan pasir halus dan lempung tinggi.
Foraminifera sangat penting
dalam rantai makanan, menyediakan makanan bagi ikan, keong, sand dollar,
makanan utama moluska Scaphopoda, dan hewan lainnya. Dapat ditemukan sebanyak
puluhan ribu per meter persegi di beberapa lingkungan estuarin, pasang surut
hingga laut dalam organik. Mereka bergerak dan menangkap makanan mereka dengan
pseudopodia tipis. Ketika Foraminifera mati, cangkang mereka
tenggelam ke dasar laut dan membentuk sebuah endapan. Diperkirakan bahwa 30
persen dari dasar laut terbuat dari cangkang Foraminifera.
Dari
dua bagian itu digunakan pada ilmu perminyakan dimana dari kedua fosil itu
identik dengan hidrokarbon yang terdapat pada trap (jebakan). Dalam geologi
struktur dimana dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya sesar, kekar
serta lipatan. Hewan foraminifera contohnya adalah plankton dan benthos, hidup
pada dasar laut. Plankton bentuk testnya adalah bulat dan susunan kamarnya
adalah trochospiral, sedangkan benthos bentuk testnya adalah pipih dan
susunan kamar planispiral. Kedua-duanya ini adalah merupakan bagian
dari phylum protozoa.
Kesalahan
pengambilan sampel berakibat pada tidak dijumpai fosil yang diinginkan. Fosil
foraminifera kecil dapat dijumpai pada batuan napal, kalsilutit, kalkarenit
halus, batupasir karbonatan halus. Fosil Foraminifera besar, dapat dijumpai
pada Kalkarenit, dan Boundstone. Foraminifera mempunyai populasi yang
melimpah dan penyebaran horizontal yang luas, sehingga diketemukan di semua
lingkungan laut. Alasan terakhir, karena ukuran fosil foraminifera yang kecil
dan pengumpulan atau cara mendapatkannya relatif mudah meskipun dari sumur
minyak yang dalam.
Kriteria-kriteria
yang digunakan dalam pengambilan sampel batuan, yaitu :
Memilih sampel
batuan insitu dan bukan berasal dari talus, karena dikhawatirkan
fosilnya sudah terdisplaced atau tidak insitu. Batuan yang berukuran butir
halus lebih memungkinkan mengandung fosil, karena batuan yang berbutir kasar
tidak dapat mengawetkan fosil. Batuan yang dapat mengawetkan fosil antara lain
batulempung (claystone), batuserpih (shalestone), batunapal (marlstone),
batutufa napalan (marly tuffstone), batugamping bioklastik, batugamping dengan
campuran batupasir sangat halus. Batuan yang lunak akan memudahkan dalam proses
pemisahan fosil. Jika endapan turbidite diambil pada endapan berbutir
halus, yang diperkirakan merupakan endapan suspensi yang juga mencerminkan
kondisi normal.
Sampel
yang baik adalah yang diketahui posisi stratigrafinya terhadap singkapan yang
lain, namun terkadang pada pengambilan sampel yang acak baru diketahui sesudah
dilakukan analisa umur. Sampel permukaan sebaiknya diambil dengan penggalian
sedalam > 30 cm atau dicari yang masih relatif segar (tidak lapuk).
Kumpulan
fosil foraminifera mengandung banyak spesies yang masih hidup sampai sekarang,
maka pola penyebaran modern dari spesies-spesies tersebut dapat digunakan untuk
menduga lingkungan masa lampau di tempat kumpulan fosil foraminifera diperoleh
ketika fosil foraminifera tersebut masih hidup. Jika sebuah contoh mengandung
kumpulan fosil foraminifera yang semuanya atau sebagian besar sudah punah, masih
ada beberapa petunjuk yang dapat digunakan untuk menduga lingkungan masa
lampau. Petunjuk tersebut adalah keragaman spesies, jumlah relatif dari spesies
plangtonik dan bentonik (prosentase foraminifera plangtonik dari total kumpulan
foraminifera plangtonik dan bentonik), rasio dari tipe-tipe cangkang
(rasio Rotaliidae, Miliolidae, dan Textulariidae), dan aspek
kimia material penyusun cangkang.
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Adapun
beberapa kesimpulan yang dapat diambil penulis selama menjalani praktikum yaitu
Foraminifera yaitu organisme bersel tunggal (protista) yang mempunyai cangkang
atau test (istilah untuk cangkang internal). Hasil penelitian
kami tidak menemukan fosil foriminifera karena pengambilan sampel yang salah
dan ada beberapa faktor lainnya. Fosil foraminifera bermanfaat dalam
biostratigrafi, paleoekologi, paleobiogeografi, dan eksplorasi minyak dan gas
bumi. Dalam membedakan foraminifera yang satu dengan yang lainnya harus
memperhatikan bentuk test, susunan kamar, bentuk kamar, ornament
, suture dan dalam menentukan suatu umur batuan menggunakan fosil dapat
dilakukan dengan melihat fosil muncul akhir dan punah awal.
5.2
Saran
Diharapkan dalam pengambilan
sampel, dipilih batuan yang masih dalam keadan insitu, yaitu batuan yang
masih ditempatnya. Pengambilan sampel batuan di lapangan memilih sampel yang
baik dan diharapkan lebih ditingkatkan lagi dalam penyajian materi serta
literatur yang disediakan agar mahasiswa lebih paham.
DAFTAR PUSTAKA
Fadli, Nur, et al.2012.Keragaman Makroentos di Perairan Kuala Gigieng Kabupaten
Aceh
Besar.Jurnal Depik.Vol 1(1)
Nurruhwati, Isni, et al.2012.Kelimpahan Foraminifera Bentik Pada Sedimen Permukaan
di
Perairan Teluk Jakarta.Jurnal Akuatika.Vol 3(1)
Puspasari, R, et al.2012.Kelimpahan Foraminifera Bentik pada Sedimen Permukaan
Perairan
Dangkal Pantai Timur Ujung Kulon, Kawasan Taman Nasional Ujung
Kulon, Banten. Jurnal Penelitian
Perikanan.Vol 1(1)
Rositasari, Ricky.2006.Komunitas Foraminifera di Perairan Laut Arafura. Jurnal
Oceanologi
dan Limnologi.Vol 1(40)
Pringgoprawiro, H.,1983.Biostratigrafi dan paleogeografi Cekungan Jawa
Timur.Solo:Media Pustaka
Kennet, J. P, and Srinivasan, M. S.,1983.Neogene Plantonic Foraminifera, A
Phylogenetic
Atlas.Hutchison Ross Publishing Company, 265pp
LAMPIRAN
0 komentar:
Posting Komentar